Pernyataan
Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera DPR RI
Tentang Kenaikan Harga BBM
Tentang Kenaikan Harga BBM
Bahan bakar
minyak (BBM) merupakan hajat hidup seluruh rakyat. BBM merupakan stimulus
penggerak ekonomi rakyat. Pemerintah telah merencanakan untuk menaikkan harga
BBM Bersubsidi pada pertengahan tahun 2013 ini. Disisi lain kenaikan harga BBM
bersubsidi akan berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan rakyat secara
luas.
Mengapa Kita Menolak?
I. Kondisi Sosial dan Perekonomian Tidak Mendukung
1. Kenaikan harga BBM Bersubsidi akan meningkatkan jumlah rakyat miskin. Rakyat miskin akan bertambah 4 juta jiwa lebih.
• Pemerintah memproyeksikan penambahan jumlah orang miskin yang meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium dan solar Rp 1.000 per liter mencapai 4 juta jiwa. Angka kemiskinan bisa bertambah menjadi 11,85%-12,1% sepanjang 2013. Sedangkan target tahun ini sebesar 9%-10,5%. Menurut Menteri Keuangan baseline jika tidak menaikkan harga BBM subsidi prosentase kemiskinan 10,5%, tetapi dengan kenaikan harga BBM Bersubisidi akan meningkat 12,1% atau naik 1,6% menjadi 4 juta jiwa.
• Perhitungan pemerintah secara umum sangat konservatif, kemukinan dampak terhadap kemiskinan akan lebih besar dan bahkan juga akan menambah jumlah masyarakat yang mendekati miskin (near poor) semakin besar.
2. Kenaikan harga BBM Bersubsidi untuk seluruh segmen masyarakat apalagi dengan angka yang relatif cukup tinggi akan meningkatkan beban hidup sehari-hari rakyat secara signifikan. Dampak inflasi secara keseluruhan, baik pada ekspektasi inflasi yang terbentuk, inflasi first round saat kebijakan diambil maupun second round pasca kebijakan akan sangat besar mengingkat kebijakan ini sudah memasuki bulan-bulan dengan inflasi cukup tinggi karena memasuki tahun ajaran baru sekolah, Ramadhan dan Idul Fitri.
• Bank Indonesia (BI) telah menyampaikan bahwa inflasi kedepan semakin berat. BI sedang mewaspadai tingkat inflasi ke depan yang semakin berat, apalagi inflasi tersebut masih dibayangi oleh perekonomian global yang masih bergejolak. BI juga telah menyampaikan bahwa inflasi selama Kuartal I 2013 telah lebih tinggi dari perkiraan semula. Bahkan untuk inflasi Maret 2013 sudah melebihi batas atas target bank sentral. Inflasi Maret 2013 sebesar 0,63 persen dan secara tahunan, inflasi sudah 5,9 persen, melebihi batas target inflasi dari bank sentral 5,5 persen. Laporan BPS terbaru juga menunjukan inflasi tahun kalender atau dari Januari-April 2013 mencapai 2,32 persen sehingga inflasi tahunannya telah mencapai 5,57 persen.
• Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong inflasi hingga 7,76 persen. Sementara asumsi pemerintah dalam Rancangan RAPBN Perubahan 2013 hanya sebesar 7,2 persen. Proyeksi ini secara umum sangat konservatif. Karakter inflasi di Indonesia menunjukan bahwa inflasi IHK adalah fenomena kota, sehingga inflasi bagi masyarakat di pedesaan bisa tembus 10 persen. BI juga telah memproyeksikan inflasi harga pangan bergejolak (inflasi volatile food) termasuk karena kebijakan ini dapat mencapai 11,7 persen atau bahkan lebih tinggi.
• Rencana menaikkan harga BBM bersubsidi akan dihadapkan pada risiko inflasi yang tinggi pada Juni, Juli dan Agustus karena merupakan bulan liburan sekolah dan tahun ajaran baru, sekaligus memasuki bulan Ramadhan dan persiapan lebaran atau Idul Fitri. Dan ini akan menjadi pengganda dampak yang serus dan akan memukul daya beli dan kesejahteraan rakyat.
• Dengan demikian dampak inflasi kenaikan harga BBM Bersubsidi menjadi berlipat dan akan membebani rakyat yang miskin, karena menurunnya daya beli, terpukulnya dunia usaha dan potensi munculnya pengangguran baru
3. Kenaikan harga BBM Bersubsidi juga akan merusak prospek ekonomi yang sudah mengalami perlambatan serius.
• Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2013 sedang melambat menjadi hanya 6,02% atau terendah selama 3 tahun terakhir dengan tren yang terus menurun. Perlambatan pada 3 bulan pertama 2013 disebabkan oleh pelemahan pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dari 9,97% pada kuartal I/2012 menjadi 5,9% pada kuartal I/2013.
• Pelemahan pertumbuhan ekonomi juga tidak lepas dari pengeluaran konsumsi pemerintah yang melambat dari 6,45% menjadi 0,42%. Meskipun tetap tumbuh, kinerja ekspor barang dan jasa melambat dari 8,23% menjadi 3,39%. Krisis global yang masih berlanjut membuat ekspor sejumlah komoditas juga melambat, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan bijih, kerak serta abu logam.
• Satu-satunya komponen yang menunjukkan pertumbuhan yang masih cemerlang adalah konsumsi rumah tangga yakni dari 4,94% menjadi 5,17%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap melaju didorong oleh konsumsi masyarakat golongan menengah yang relatif kebal terhadap inflasi. Selain makanan, konsumsi produk otomotif, barang elektronik masih meningkat.
• BPS mencatat PDB atas dasar harga berlaku pada kuartal I/2013 mencapai Rp2.146,4 triliun atau naik 8,65% dari periode sama 2012. Konsumsi rumah tangga member kontribusi 55,64%, diikuti PMTB 32%, konsumsi pemerintah 6,81%, perubahan inventori 3,41%, diskrepansi statistik 3,16% dan net ekspor minus 1,02%.
• Hal ini menunjukkan bahwa Konsumsi rumah tangga sebagai penghela perekonomian masih sangat penting dan akan menjadi buruk ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi secara keseluruhan.
4. Menjelang Pemilu 2014, rencana kenaikan harga BBM ini sangat bermotif politik, apalagi ditambah rencana menggelontorkan program BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat). Dilihat dari skenario 2008 yang dilakukan pemerintah, pada tanggal 24 Mei 2008 harga BBM dinaikan menjadi Rp.6.000/liter, lalu pada 1 Desember 2008 diturunkan menjadi Rp.5.500/liter, pada tanggal 15 Desember 2008 diturunkan lagi jadi Rp.5.000/liter, dan pada 15 Januari 2009 (persis 3 bulan sebelum Pemilu 2014) harga BBM diturunkan lagi menjadi Rp.4.500/liter. Sehingga ada 2 keuntungan politis yang dirampas pemerintah, pencitraan lewat pembagian BLT dan pencitraan dengan penurunan harga BBM hingga 3 kali.
II. Kebijakan Energi yang Buruk
1. Rencana menaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah ditahun 2013 ini menimbulkan tanda tanya besar, karena tidak ada fluktuasi harga minyak dunia. Bahkan Indonesian Crude Price (ICP) dalam beberapa hari belakang justru menurun hingga 104US$/Barrel. Dalam rencana pemerintah menaikan harga BBM ditahun 2008 dan 2012 lalu, harga ICP melonjak menjadi 124,6 US$/Barrel (Mei 2008), dan 128,1 US$/Barrel (Maret 2012).
2. Saat ini tidak ada situasi eksternal yang mengharuskan pemerintah menaikan harga BBM, hanya faktor internal yang seharusnya sudah diantisipasi pemerintah sejak dahulu lewat berbagai program pengendalian konsumsi energi fosil dan pengembangan energi baru terbarukan.
3. Miskinnya alasan pemerintah dalam rencana menaikan harga BBM tahun 2013 diakibatkan kegagalan pengendalian kuota BBM dan pengembangan energi alternatif selain minyak bumi. Kuota BBM melonjak drastis selama 3 tahun terakhir, hingga 45 Juta Kiloliter ditahun 2013 ini. Bahkan kuota ini juga diprediksi akan terlewati hingga 50 Juta Kiloliter.
4. Kuota BBM yang semakin melonjak ini disebabkan karena kegagalan pengembangan energi alternatif baik untuk sektor transportasi, pembangkit listrik dan pabrik. Infrastuktur BBG tidak dibangun secara progressif, bahkan sejumlah SPBG ditutup karena kesulitan pasokan gas, sementara hasil gas bumi Indonesia di ekspor ke luar negeri. Pemerintah juga tidak pernah berkaca dari keberhasilan konversi kerosene ke gas, yang dapat mengatasi kelangkaan minyak tanah dan memperbaiki energi mix.
5. Selain itu, subsidi BBM yang terlalu besar juga diakibatkan oleh kelalaian impor BBM yang telah dilakukan pemerintah selama bertahun-tahun. BBM yang diimpor pemerintah adalah BBM berkualitas Pertamax (RON 90 dan 92) karena BBM RON 88 sudah jarang diproduksi Negara lain. Untuk menghasilkan BBM jenis Premium (sebagaimana jenis BBM yang disubsidi APBN), maka pemerintah harus menurunkan RON nya menjadi 88, yaitu dengan mencampurkan BBM Impor tersebut dengan Naptha (cairan perubah angka oktan). Praktik seperti ini justru meningkatkan cost BBM hingga harga keekonomian Premium menjadi lebih dari Rp.9.500/liter, bahkan disinyalir justru lebih mahal dari Pertamax, sehingga besaran subsidi BBM secara keseluruhan membengkak.
6. Kelalaian impor BBM yang telah bertahun-tahun ini seolah-olah dibiarkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari arus minyak nasional yang tidak mengalami perubahan signifikan selama 5 tahun terakhir ini. Selain impor BBM meningkat, impor minyak mentah juga terus terjadi karena minyak mentah hasil perut bumi Indonesia di ekspor. Minyak mentah Indonesia di ekspor karena tidak sesuai dengan spesifikasi kilang minyak dalam negeri. Seandainya, pemerintah serius membenahi pengelolaan energi nasional, tentulah kilang-kilang minyak dalam negeri akan dibangun sesuai spesifikasi minyak mentah Indonesia, untuk menghindari impor BBM yang terus meningkat.
7. Kebijakan penghapusan subsidi BBM bukan kebijakan yang berdiri sendiri, melainkan terkait dengan kebijakan liberalisasi ekonomi yang tengah berlangsung di Indonesia. Penghapusan subsidi BBM merupakan bagian dari scenario besar memperbesar mekanisme pasar dalam ekonomi Indonesia, sejalan dengan pemisahan (unbundling) industri hilir Pertamina dan UU Migas No. 22/2001 yang semakin membuka peluang bagi perusahaan multi-nasional untuk memperluas pasar hingga tingkat distribusi dan ritel.
III. Masih Terdapat Alternatif Sumber Pembiayaan
1. PKS berpandangan bahwa ketika harga BBM tidak dinaikkan, maka anggaran subsidi BBM dalam APBNP akan kemungkinan besar akan membutuhkan tambahan. Namun dengan tidak ada kenaikan harga BBM maka tentunya tidak diperlukan dana untuk kompensasi yang berpotensi bermasalah.
2. Untuk menutupi kekurangan dana pemerintah masih mungkin mendisain postur APBNP 2013 agar tidak meningkatkan defist dengan beberapa cara, sehingga masih dibawah batas yang dibolehkan Undang-undang sebesar 3% dari PDB.
3. Alternatif untuk menutup kekurangan dana adalah dengan sedikit mengubah postur APBNP 2013, diantaranya dengan:
a. Pemerintah dapat memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) secara optimal. SAL tahun 2012 mencapai Rp69,77 triliun yang merupakan penjumlahan dari SAL 2011 sebesar Rp35,76 triliun dan SILPA tahun 2012 sebesar Rp34 triliun. Tentu saja SAL dapat dialokasikan untuk cadangan fiskal tetapi mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana penyerapan anggaran tidak optimal maka cadangan fiskal tidak harus terlalu besar, karena akan terdapat SILPA di tahun 2013.
b. Pemerintah dapat mempertahankan atau meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini masih memungkinkan mengingat kondisi tax ratio yang masih potensial untuk bisa ditingkatkan. Pemerintah juga perlu serius untuk melakukan extra effort dalam rangka menghapus mafia perpajakan, meningkatkan tax compliance khususnya wajib pajak KPP large tax office dan KPP Khusus, serta menurunkan tingkat tax evasion melalui upaya transfer pricing khususnya oleh perusahaan asing. Kepatuhan perusahaan untuk membayar pajak secara benar harus terus ditingkatkan, saat ini baru sekitar 500 ribu perusahaan yang membayar pajak. Selain itu dengan struktur pendapatan penduduk di Indonesia (BPS, 2010): 8,8 juta berpenghasilan diatas USD 14.000 pertahun dan 25 juta berpenghasilan USD 5.500 pertahun, maka seharusnya penerimaan dari Wajib Pajak (WP) Pribadi juga bisa naik. Penerimaan pajak dari sektor-sektor yang diindikasi masih under tax, seperti pertambangan dan telekomunikasi masih potensial ditingkatkan.
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga masih potensial untuk ditingkatkan. Penerimaan royalti dan bagi hasil migas dan pertambangan perlu dioptimalisasi dengan mereview dan melakukan audit penentuan cost recovery, serta melakukan audit kinerja pertambangan. Kementerian terkait juga perlu melakukan upaya serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri, sehingga nilai tambah sektor migas dapat optimal bagi perekonomian domestik.
d. Penghematan belanja barang dan pegawai yang masih banyak inefisiensi. Belanja barang (termasuk jasa) selama ini masih banyak yang tidak tepat dan bersifat pemborosan, termasuk biaya perjalanan dinas. Selain itu dengan remunerasi birokrasi yang sudah berjalan, seharusnya juga terjadi penghematan belanja pegawai melalui penggurangan honor-honor kegiatan birokrasi yang tidak tepat.
Kesimpulan Menolak
1. PKS secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi. PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang, memukul daya beli rakyat, menambah jumlah rakyat miskin dan merusak prospek ekonomi sehingga semakin buruk. Selain itu PKS menilai pilihan terhadap kebijakan ini akan mendorong gejolak sosial dan resistensi publik serta merusak harmoni sosial.
2. PKS menilai kegagalan pemerintah melalui kementrian-kementrian terkait dalam berbagai kebijakan terkait tatakelola energi nasional sehingga masyarakat dapat mengakses energi yang relatif murah tidak selayaknya dibebankan kepada rakyat. Ketidaksungguhan pemerintah dalam pengembangan energy mix dan menyiapkan sistem serrta infrastruktur pengaturan BBM Bersubsidi berdasarkan roadmap yang telah disepakati dengan DPR tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara yang instan dan mengambil langkah short cut. Jika cara ini yang diambil maka persoalan tidak akan selesai, sementara dalam jangka menengah sulit diharapkan mampu menuntaskan akar permasalahannya, sehingga rakyat akan terus menjadi korban.
3. Kedepan pemerintah perlu lebih serius dan komprehensif mendorong perbaikan arah kebijakan subsidi agar semakin tepat sasaran dan juga pengembangan energy mix yang semakin sehat dalam jangka menengah. Agar persoalan BBM subsidi tidak terus menerus menjadi permasalahan yang membelenggu maka Fraksi PKS meminta pemerintah agar: (1) Membenahi kebijakan energi yang mengutamakan ketahanan energi nasional di atas kepentingan-kepentingan jangka pendek; (2) Melakukan diversifikasi energi; (3) Membangun infrastruktur energi secara kokoh; (4) Memperbaiki sistem transportasi masal (termasuk konversi BBM ke BBG); (5) Meningkatkan lifting minyak (di sini harus disertai audit terhadap lifting minyak oleh auditor independent); (6) Melakukan audit efisiensi impor BBM dan hedging harga BBM; (7) melakukan real-time monitoring terhadap lifting minyak nasional; (8) melakukan upaya serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri; (9) Membuat target yang jelas dalam pembangunan kilang dan SPBU baru; (10) Memperbaiki kinerja BUMN energi; (11) Pemerintah perlu mendorong Pertamina dan PLN untuk memanfaatkan fasilitas hedging agar mendapatkan tingkat harga yang fixed; dan (12) Meningkatkan lifting minyak bumi dengan mengoptimalkan reserve proven minyak bumi nasional melalui kegiatan eksplorasi disektor hulu.
No comments:
Post a Comment